Jakarta -Pemerintah dan PT Freeport Indonesia punya Kontrak Karya (KK) yang ditandatangani pada 1991. Dalam kontrak tersebut, Freeport bisa kapan saja mengajukan perpanjangan kontrak dan tidak boleh dihalang-halangi.
Hal tersebut seperti diungkapkan Staf Ahli Menteri ESDM, Said Didu, dalam jumpa persnya, di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (20/11/2015).
"Kita punya KK agak mengikat, Freeport bisa kapan saja meminta perpanjangan dan pemerintah tidak bisa menghalangi tanpa alasan jelas. Apalagi dengan kontrak tersebut, kalau Indonesia menghalangi tanpa alasan jelas, Freeport bisa menggugat ke pengadilan arbitrase, dan posisi Indonesia agak lemah," kata Said.
Pemerintah memang punya Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014, tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, di mana dalam aturan tersebut menyebutkan, perpanjangan kontrak baru bisa dilakukan dua tahun sebelum kontrak berakhir. Kontrak Freeport berakhir pada 2021, artinya paling cepat keputusan perpanjangan kontrak baru bisa dilakukan pada 2019.
Menurut Said, bangsa ini jangan terlalu menghabiskan energi untuk mengurusi permohonan perpanjangan kontrak tersebut. Dia mengungkapkan, yang jauh lebih penting saat ini adalah masalah divestasi saham Freeport 10,64%, yang harus ditawarkan ke pemerintah.
"Pemerintah semua jangan habis waktu urusi perpanjangan waktu Freeport, nanti keburu lupa divestasi," ungkapnya.
Said menjelaskan, sebenarnya ada 5 variabel yang menentukan keberlanjutan kontrak Freeport, yakni:
- Kedaulatan negara, jadi bila ingin terus menambang, izin operasi bukan dalam bentuk Kontrak Karya (KK) tetapi Izin Usaha Pertambangan (IUP)
- Penerimaan negara harus optimum
- Masalah kepastian hukum
- Masalah sosial ekonomi masyarakat di Papua.
- Masalah geopolitik dan keamanan
0 komentar:
Posting Komentar